![]() |
Sumber : https://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2014/12/07 |
A. Dasar Hukum Pertambangan
1. Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
2. Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor
23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang
5. Peraturan Menteri
ESDM No. 34 Tahun 2017 tentang Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan
Batubara
B. Ijin
Pertambangan :
Izin usaha di bidang pertambangan mineral dan
batubara dikelompokkan menjadi:[1]
1. Wilayah Izin Usaha
Pertambangan yang selanjutnya disingkat WIUP, adalah wilayah yang diberikan
kepada pemegang IUP.
2. IUP Eksplorasi :
izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum,
eksplorasi, dan studi kelayakan.
3. IUPK Eksplorasi : izin
usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum,
eksplorasi, dan studi kelayakan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
4. IUP Operasi
Produksi : izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi
untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.
5. IUPK Operasi
Produksi : izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUPK
Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan kegiatan operasi produksi
(kontruksi, penambangan, pengolahan/pemurnian dan pengangkutan & penjualan)
6. IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian : izin usaha yang diberikan
untuk membeli, mengangkut, mengolah, dan memurnikan termasuk menjual komoditas
tambang mineral atau batubara hasil olahannya
7. IUJP : izin yang
diberikan untuk melakukan kegiatan usaha jasa pertambangan (konsultasi,
perencanaan, dan pelaksanaan di bidan
Izin usaha di bidang pertambangan mineral dan
batubara tidak dapat digunakan selain sebagaimana dimaksud dalam pemberian izin
usaha di bidang pertambangan mineral dan batubara.[2]
C. Hak dan kewajiban
Pemenegang IUP
Hak
Pemegang IUP :
1. melakukan kegiatan usaha
pertambangan pada WIUP atau WIUPK-nya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
2. melakukan kerja
sama dengan Badan Usaha lain dalam rangka memanfaatkan sarana dan prasarana
yang dimiliki umum untuk mendukung kegiatan kegiatan usaha pertambangan.
Kewajiban Pemegang IUP :
1.
melakukan seluruh kegiatan usaha
pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
2.
menjaga kelestarian fungsi dan daya
dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
D. Penyelesaian
hak atas tanah
- Berdasarkan
Pasal 136 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2009 jo Pasal 100 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 bahwa
Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang akan melakukan
kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan sebagian atau seluruh hak atas
tanah dalam WIUP atau WIUPK dengan pemegang hak atas tanah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Selanjutnya pada Pasal 136 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009
jo Pasal 100 ayat (2) PP 23 Tahun 2010 disebutkan
bahwa,
“penyelesaian
hak atas tanah sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kebutuhan atas tanah oleh pemegang IUP atau IUPK. dengan
memberikan kompensasi berdasarkan kesepakatan bersama dengan pemegang hak atas
tanah”.
Jadi, antara HGU dan hak pertambangan adalah dua hak dengan peruntukan dan subyek
yang berlainan namun dapat berada pada satu lokasi yang sama. Kegiatan usaha
pertambangan dapat dilakukan sepajang telah dilakukan penyelesaian alas hak
atas tanah dengan pemegang hak atas tanah tersebut setelah memberikan
kompensasi berdasarkan kesepakatan bersama.
E. Bentuk kerjasama antara Perusahaan Tambang dan Pemilik Hak
Atas Tanah
Sesuai Penjelasan
Pasal 100 Ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2010 mengatur mengenai
kompensasi penyelesaian hak atas tanah dilakukan melalui sewa, jual beli atau
pinjam pakai terhadap pemegang hak atas tanah yang dilaksanakan oleh pemegang
IUP OP/IUPK OP yang akan melaksanakan kegiatan operasional pertambangan.
Sistem
kerjasama dengan pemberaian kompensasi diawal perjanjian lebih aman dibanding
sistem bagi hasil,mayoritas
pemilik ha katas tanah tidak ikut dalam manajemen usaha pertambangan. Apabila
dikemudian hari terjadi permasalahan hukum dalam pelaksanaan usaha
pertambangan, maka unsur penyertaan (pidana) dalam perbuatan tersebut tidak
terpenuhi.
Demikian semoga
bermanfaat.
Komentar