A.
LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
5. Peraturan Presiden RI No 71
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum yang telah mengalami beberapa kali perubahan dengan terakhir dirubah
dengan Peraturan Presiden RI No 154 Tahun 2015.
6. Peratuan Menteri BUMN Nomor
Per-02/MBU/2010 jo. Permen BUMN Nomor Per-22/MBU/12/2014 tentang Tata Cara
Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN.
7. Anggaran dasar BUMN X.
8. Peraturan Direksi
BUMN X.
B.
DISCLAIMER
Penyusunan Kajian Hukum ini dilakukan
berdasarkan dan terbatas pada dokumen-dokumen maupun informasi yang diperoleh
dan diterima sampai dengan tanggal Kajian Hukum ini dibuat, yang selanjutnya
digunakan sebagai dasar dalam melakukan analisa dengan asumsi-asumsi sebagai
berikut:
1. Dokumen-dokumen yang telah diberikan dan/atau
diperlihatkan dalam bentuk fotocopy,
turunan, dan/atau salinan adalah sama persis dan serupa dengan dokumen aslinya.
2. Kajian Hukum ini disusun berdasarkan telaah terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dalam tatanan yuridis
normatif.
3. Kajian ini tidak dapat digugat, maupun dituntut atas
segala pernyataan maupun kekeliruan, ketidak tepatan ataupun kekurangan dalam
segala penyampaiandalam Blog ini.
C.
LATAR BELAKANG MASALAH
Sebuah
perusahaan milik Negara yang bergerak dalam bidang penjualan listrik
membutuhkan lahan untuk pembangunan menara SUTET seluas 9000 m2 Selanjutnya
disebut Perusahaan Y. Adapun untuk keperluan Perusahaan Y, tersebutlah
perusahaan X yang memiliki lahan marjinal yang kebetulan memenuhi persyaratan lokasi
sebagai penempatan menara SUTET Perusahaan Y. Kebetulan Perusahaan X ini juga
merupakan BUMN.
1.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a
Apakah dasar
pelaksanaan pengalihan aset milik Perusahaan X dengan perusahan Y tersebut?
b
Bagaimanakah
mekanisme pengalihan aset milik Perusahaan X dan Y tersebut yang akan
dipergunakan sebagai lokasi pembangunan menara SUTET?
D.
KAJIAN HUKUM
1.
Dasar pelaksanaan pengalihan aset
1.1
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum
Sebagai landasan hukum usaha penyediaan tenaga
listrik, berdasar pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan. Dalam UU No. 30 Tahun 2009 Pasal 27 disebutkan bahwa untuk kepentingan umum, pemegang izin usaha penyediaan
tenaga listrik dalam hal ini Perusahaan Y dalam
melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik berhak untuk menggunakan tanah dengan
memberikan ganti rugi hak
atas tanah atau kompensasi kepada pemegang hak atas
tanah, bangunan, dan tanaman sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Ganti rugi hak atas tanah
sebagaimana dimaksud diberikan
untuk tanah yang
dipergunakan secara langsung oleh
pemegang izin usaha penyediaan
tenaga listrik dan
bangunan serta tanaman
di atas tanah.
Pemberian ganti rugi sebagaimana tersebut
diatas menggunakan mekanisme Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 jo Peraturan Presiden RI No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang telah mengalami beberapa kali perubahan
dengan terakhir dirubah dengan Peraturan Presiden RI No 154 Tahun 2015.
2.1
Subyek Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan
tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang
berhak yaitu pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah dengan
pemberian ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam
proses pengadaan tanah. Pihak yang berhak
berupa perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, atau instansi
pemerintah yang memiliki atau menguasai Obyek Pengadaan Tanah salah satunya
adalah selaku pemegang hak atas tanah.[1]
Berdasarkan hal tersebut diatas maka Perusahaan
X
selaku pemilik aset tanah telah
memenuhi ketentuan selaku pihak yang berhak untuk menerima ganti rugi yang
layak sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
3.1
Peruntukan Pengadaan Tanah
Sebagaimana diatur
dalam Pasal 10 UU No. 2 Tahun 2012 bahwa tanah untuk kepentingan umum digunakan untuk
pembangunan :
a.
pertahanan
dan keamanan nasional;
b.
jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur
kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;
c.
waduk,
bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan
sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
d.
pelabuhan,
bandar udara, dan terminal;
e.
infrastruktur
minyak, gas, dan panas bumi;
f.
pembangkit,
transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
g.
jaringan telekomunikasi dan informatika
Pemerintah;
h.
tempat
pembuangan dan pengolahan sampah;
i.
rumah
sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
j. fasilitas
keselamatan umum;
k.
tempat
pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;
l. fasilitas
sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
m. cagar
alam dan cagar budaya;
n.
kantor
Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
o. penataan
permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk
masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;
p.
prasarana
pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;
q.
prasarana
olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan
r.
pasar
umum dan lapangan parkir umum.
Pelaksanaan pengadaan tanah yang diajukan oleh Perusahaan Y digunakan untuk pembangunan menara tower SUTET,
hal tersebut telah memenuhi ketentuan penggunaan tanah dalam Pasal 10 huruf f UU No. 2 Tahun 2012.
2.
Mekanisme Pengalihan Aset Milik Perusahaan X ke Perusahaan Y :
Pelaksanaan Pengadaan Tanah meliputi:
a.
inventarisasi dan
identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;
b.
penilaian Ganti
Kerugian;
c.
musyawarah penetapan
Ganti Kerugian;
d.
pemberian Ganti
Kerugian; dan
e.
pelepasan tanah
Instansi
Pemberian Ganti Rugi
Pasal 33 UU No. 2 Tahun 2012 menetapkan bahwa
penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per
bidang tanah, meliputi:
a.
tanah;
b.
ruang
atas tanah dan bawah tanah;
c.
bangunan;
d.
tanaman;
e.
benda
yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
f.
kerugian
lain yang dapat dinilai.
Pemberian Ganti Kerugian dapat
diberikan dalam bentuk:
a.
uang;
b.
tanah
pengganti;
c.
permukiman kembali;
d.
kepemilikan saham; atau
e.
bentuk
lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Mekanisme pemberian ganti rugi dalam Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan mekanisme sebagai
berikut :
a.
Penilaian Ganti
Rugi
Penetapan besarannya nilai ganti kerugian dilakukan
oleh tim ketua pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian jasa
penilai atau penilai publik.[2]
Jasa penilai atau penilai publik ditetapkan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah
berdasarkan hasil pengadaan jasa penilai yang dilakukan oleh instansi yang
memerlukan tanah dalam hal ini adalah Perusahaan Y.
b.
Musyawarah
Penetapan Nilai
Lembaga Pertanahan melakukan
musyawarah dengan Pihak yang Berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak hasil penilaian. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai
bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, Pihak yang Berhak dapat mengajukan
keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari kerja setelah ditandatangani Berita Acara hasil musyawarah. Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian atau
Instansi yang memperoleh tanah dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
dapat diberikan insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dalam hal menerima nilai ganti rugi pada saat pelaksanan musyawarah penetapan
nilai.[3]
c.
Waktu Pemberian
Ganti Rugi dan akibat hukumnya
Pemberian ganti rugi dapat
dilaksanakan dengan dua cara yaitu secara langsung atau melalui titipan di
Pengadilan Negeri setempat.
1).
Secara langsung
Pemberian Ganti Kerugian
dilakukan bersamaan dengan Pelepasan hak oleh Pihak yang Berhak. Pada saat
pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib:
a). melakukan
pelepasan hak; dan
b). menyerahkan bukti penguasaan atau
kepemilikan Objek Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui
Lembaga Pertanahan [4]
Pada saat pelaksanaan
pemberian Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak telah dilaksanakan, kepemilikan atau
Hak Atas Tanah dari Pihak yang berhak menjadi hapus dan alat bukti haknya
dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara.[5]
2). Melalui pengadilan negeri
Dalam hal terdapat penitipan Ganti Kerugian, Instansi
yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penitipan Ganti Kerugian kepada
ketua pengadilan negeri pada wilayah lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Penitipan Ganti Kerugian dalam hal:
a). Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya
Ganti Kerugian berdasarkan hasil
b). musyawarah dan tidak mengajukan keberatan ke
pengadilan;
c). Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya
Ganti Kerugian berdasarkan putusan
d). pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
e). Pihak yang Berhak tidak diketahui keberadaannya; atau
f). Objek Pengadaan Tanah yang akan diberikan Ganti
Kerugian:
-
sedang menjadi
Objek perkara di pengadilan;
-
masih
dipersengketakan kepemilikannya;
-
diletakkan sita
oleh pejabat yang berwenang; atau
-
menjadi jaminan
di bank.
Selain
ketentuan tersebut, mengingat Perusahaan X adalah BUMN maka tetap diperlukan persetujuan
tertulis dari Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dipersyaratkan dalam
Anggaran Dasar Perusahaan dan Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-02/MBU/2010 jo. Permen BUMN Nomor Per-22/MBU/12/2014 tentang
Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN.
2.1
Mekanisme
Pelepasan Aset
Pasal 41 ayat
(1) Permen BUMN No. 01/2011 mengatur bahwa pemindahtangan
aktiva tetap perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Per-02/MBU/2010 dapat dilakukan dengan cara :
a.
Penjualan;
b.
Tukar-menukar;
c.
Ganti Rugi;
d.
Aktiva tetap dijadikan penyertaan;dan
e.
Cara lain, yaitu pemindahtanganan dengan cara penjualan, tukar-menukar,
ganti rugi dan penyertaan tidak dapat dilakukan dan/atau nilai aktiva tetap
tidak signifikan terhadap nilai total aset perusahaan dan/atau bukan aktiva
tetap produktif.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal
28A Permen BUMN 22/MBU/12/2014 bahwa “Pemindahtanganan Aktiva Tetap berupa
tanah kepada lembaga negara, kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik
Negara/Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah dalam
rangka kepentingan umum, penilaian ganti kerugiannya dilaksanakan sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan dan ketentuan mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum”
Pasal 15 Peraturan Menteri Badan
Usaha Milik Negara Nomor Per-02/MBU/2010 mengatur bahwa :
“Direksi BUMN wajib memperoleh persetujuan terlebih
dahulu dari Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN/RUPS/Menteri untuk melakukan
pemindahtangan aktiva tetap sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar
Perusahan”.
Dalam hal
ketentuan dalam Anggaran Dasar Perusahaan X mempersyaratkan tanggapan Dewan
Komisaris dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham maka perbuatan Direksi untuk melepaskan aset dalam rangka
pembangunan menara SUTET Perusahaan Y dengan mekanisme ganti rugi dapat
dilakukan setelah mendapat tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris dan persetujuan
dari RUPS.
2.2
Proses Pengalihan Kepemilikan Aset
Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat
pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti
Kerugian. Pihak yang Berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada Instansi
yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan dengan mekanisme :
1). Pelepasan hak Objek Pengadaan Tanah dilaksanakan
oleh Pihak yang Berhak kepada negara dihadapan Kepala Kantor Pertanahan
setempat.
2). Pelepasan hak Objek Pengadaan Tanah tersebut dibuat
dalam berita acara pelepasan hak Objek Pengadaan Tanah.
Lembaga Pertanahan
menyerahkan hasil Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah
setelah:
1). pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang
Berhak dan Pelepasan Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a
telah dilaksanakan; dan/atau
2). Pihak yang Berhak hanya dapat mengalihkan hak
atas tanahnya kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Pelaksana Pengadaan
Tanah.
E.
KESIMPULAN
1.
Pelaksanaan
pengalihan aset milik Perusahaan X kepada Perusahaan Y menggunakan mekanisme ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf c, dikarenakan pemindahtanganan aktiva tersebut dalam rangka kepentingan
umum.
2.
Pemberian
ganti rugi berakibat hukum telah dilakukan pelepasan hak, oleh karena itu
pemberian ganti rugi dapat dilakukan setelah adanya tanggapan tertulis dari
Dewan Komisaris dan persetujuan dari RUPS.
3.
Untuk
memenuhi prinsip bussiness judgement rule,
permohonan persetujuan kepada RUPS untuk pengalihan aset Perusahaan X kepada Perusahaan Y perlu dilengkapi dengan:
a. kajian hukum;
b. Pakta Integritas Direksi; dan
c. Nilai ganti rugi
Komentar