sumber :https://www.pontianak.tribunnews.com |
Good Corporate Governance
Dasar filosofi
pelaksanaan good corporate governance dalam suatu perseroan adalah agar kekuasaan yang ada tidak boleh
berada di satu tangan. Sebagai perwujudannya dalam perseroan terbatas organnya
terbagi atas : Direksi, Komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Ketiga
organ tersebut tidak berjenjang, melainkan sejajar dan masing-masing memiliki
kewenangan tersendiri sesuai peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar.
Direksi
menjalankan tugas “perwakilan” baik intern maupun ekstern, serta pengurusan
(manajemen). Sejalan dalam tugas pengurusan tersebut, Direksi berwenang tidak
menjalankan keputusan RUPS manakala keputusan RUPS merugikan kepentingan
perseroan. Tugas Dewan Komisaris adalah : mengisi tugas Direksi dalam hal
Direksi lowong serta menjalankan tugas pengawasan terhadap Direksi. Dalam
menjalankan tugasnya tersebut Dewan komisaris harus melibatkan sekalian anggota
komisaris, dan tidak menjadi masalah apabila keputusan diambil secara voting.
Adapun tugas dan wewenang RUPS antara lain : memilih dan mengangkat Direksi dan
Komisaris, merubah Anggaran Dasar, mengalihkan/menjaminkan harta kekayaan
perseroan melebihi 50%. Di luar tugas/kewenangan tersebut, apabila ada yang
tidak jelas sebagai wewenang Direksi atau Komisaris maka menjadilah kewenangan
RUPS.
Tindakan dan
wewenang Direksi dibatasi oleh peraturan perundang-undangan serta anggaran
dasar, apabila Direksi melanggar anggaran dasar/peraturan perundang-undangan
maka perbuatan yang telah dilakukan tersebut tidak menjadi batal, namun tetap
berlaku. Perseroan dapat mengelak untuk bertanggung jawab, demikian pula pihak
ketiga dapat menuntut kepada pribadi Direksi. Oleh karenanya pihak ketiga yang
berniat melakukan kerja sama dengan perseroan harus mengetahui isi anggaran
dasar perseroan terlebih dahulu.
Dalam rangka
inilah, anggaran dasar harus dipublikasikan melalui pendaftaran dalam daftar
perseroan yang terdapat dalam Sistem Administrasi Badan hukum (SABH) pada
Kementerian Hukum & HAM serta pengumuman dalam Berita Negara.
Definisi
Korporasi sesuai Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Tiga sistem
pertanggung jawaban korporasi sebagai subjek tindak pidana antara lain :
- Pengurus korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang bertanggung jawab.
- korporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggung jawab.
- korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggung jawab
Doktrin pertanggungjawaban korporasi :
-
Strict Liability
Pertanggungjawaban
pidana dapat dibebankan kepada pelaku tindak pidana yang bersangkutan tanpa
perlu dibuktikan adanya kesalahan pada pelakunya, baik kesalahan yang
dikarenakan kesengajaan maupun kelalaian. Oleh karena itulah doktrin ini
disebut juga pertanggungjawaban mutlak. Dalam kaitannya dengan doktrin
tersebut, korporasi dapat dibebani pertanggungjawaban pidana untuk tindak
pidana yang tidak dipersyaratkan adanya kesalahan. Alasan pembenar dari hal
tersebut adalah bahwa korporasi tidak mungkin memiliki pikiran/nurani karena
korporasi tidak memiliki kalbu, tetapi juga korporasi tidak mungkin dapat
melakukan sendiri suatu tindak pidana, melainkan tindak pidana tersebut hanya
dapat dilakukan oleh manusia untuk dan atas nama korporasi.
-
Vicarious Liability
Menurut doktrin ini, bila seorang agen atau pekerja
korporasi, bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk
menguntungkan korporasi, melakukan suatu kejahatan, tanggung jawab pidananya
dapat dibebankan kepada perusahaan. Tidak menjadi masalah apakah perusahaan
secara nyata memperoleh keuntungan atau tidak atau apakah aktivitas tersebut
telah dilarang oleh perusahaan atau tidak.
-
The Ultra Vires Rules
Jika dalam hal
Direksi melakukan suatu perbuatan hukum bertindak untuk dan atas nama korporasi
yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar perseroan, maka
berdsarkan doktrin ultra vires direksilah yang bertanggung jawab secara pribadi.
-
Respondeat Superior
Yang lebih “tinggi” atau yang lebih superior harus
bertanggung jawab atas kesalahan perbuatan melawan hukum yang dilakukan
bawahannya atau “a master liable for the wrong of servant”. Doktrin ini
sudah diterapkan dalam kerangka hubungan hukum antara majikan atau principal
dengan karyawan atau agen, asal dapat dibuktikan perbuatan yang dilakukan itu
dalam kerangka pelaksanaan tugas serta dilakukan dengan tujuan/sengaja
menguntungkan korporasi.
Bentuk sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada
korporasi sesuai Pasal 20 Ayat 7 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 hanya pidana
denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (sepertiga).
Kejahatan Korporasi di bidang Perdata dan Pidana
Dalam KUH
Pidana selalu menunjuk pelaku perbuatan pidana adalah orang, dan bukan
merupakan badan hukum. Korporasi sebagai subyek tindak pidana masih menjadi perdebatan oleh banyak ahli,
sebagian pro dan sebagian yang lain kontra dengan mengemukakan argumentasinya
masing-masing.
Kejahatan
korporasi merupakan kejahatan badan hukum/ perkumpulan dst, yang dapat berwujud
: kejahatan konvensional, kejahatan dilakukan oleh sejumlah orang/penyertaan
(Pasal 55 KUHP), kejahatan korporasi sebagai white colour crime dilakukan oleh
badan hukum/perkumpulan/perserikatan sejumlah orang yang berorientasi pada
keuntungan, kejahatan korporasi merugikan kepentingan masyarakat tetapi ada
keuntungan yang diperoleh sekelompok orang.
Korporasi sebagai pelaku tindak pidana
tidak ditemukan rumusannya dalam sistem KUHPidana, namun implikasinya dapat
dijumpai dalam : Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Asuransi,
Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Undang-undang No. 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dst.
Penyelesaian
kejahatan korporasi dalam bidang perdata didasarkan kepada perbuatan melawan
hukum, wanprestasi dan gugatan class action. Ketiga hal tersebut berorientasi
pada tuntutan ganti rugi. Adapun penyelesaian secara administrasi berkaitan dengan
permasalahan perijinan serta denda administrasi.
Komentar