DASAR
HUKUM WARIS TESTAMENTAIR
Dasar hukum dari waris testamentair adalah pasal 874 BW
yang menyatakan bahwa, “Segala harta peningga lan seseorang yang meninggal
dunia adalah kepunyaan sekalian ahli waris menurut ketentuan undang-undang,
sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambil suatu ketetapan
yang sah”.
Dari
ketentuan Pasal 874 BW dapat ditarik kesimpulan :
1.
Dengan surat wasiat
si pewaris dapat mengangkat seorang atau beberapa orang ahli waris, dan pewaris
dapat memberikan sesuatu kepada seseorang atau kepada beberapa orang.
2. Terdapat suatu
kemungkinan bahwa harta warisan tersebut yang merupakan peninggalan seseorang
dibagi berdasar undang-undang (sebagian) dan selebihnya berdasar surat wasiat.
3.
Ahli waris yang
berdasarkan testamen lebih diutamakan daripada ahli waris menurut
undang-undang.
A. Pengertian
Wasiat
Pengertian wasiat dapat
diketahui dari pasal 875 BW, yang menyatakan bahwa, “Surat wasiat ialah sesuatu
yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendaki atau terjadi setelah
ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali”.
Dari pengertian ini maka dapat disimpulkan ciri-ciri surat wasiat adalah :
1.
Merupakan perbuatan sepihak yang dapat dicabut kembali.
2. Merupakan kehendak terakhir dan mempunyai kekuatan hukum setelah pewaris
meninggal dunia.
Dengan melihat ciri pokok dari
testamen/surat wasiat tersebut maka terdapat suatu larangan untuk membuat
wasiat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama untuk
menguntungkan satu dengan yang lainnya maupun untuk kepentingan pihak ketiga
dalam suatu akta (930 BW).
Jenis-jenis Surat
Wasiat
Burgerlijk Wetboek mengenal tiga macam/jenis cara
pembuatan surat wasiat, yaitu:
1.
Surat wasiat yang
ditulis sendiri (olografis)
2.
Surat wasiat tak
rahasia (openbaar)
3.
Surat wasiat
rahasia (geheim)
Ketiga jenis surat wasiat tersebut di atas memerlukan Notaris dalam pembuatannya.
1.
Surat
Wasiat OLOGRAFIS
Surat wasiat olografis, oleh Burgerlijk Wetboek di atur
dalam pasal 931 dan seterusnya.
Dalam ketentuannya, surat wasiat ini seluruhnya harus
ditulis dan ditandatangani oleh si pewaris dan kemudian disimpan oleh Notaris,
pada waktu menyimpan haruslah dihadiri oleh dua orang saksi.
Sewaktu menyerahkan kepada Notaris tersebut, mungkin
terjadi bahwa surat wasiat tersebut sudah dimasukkan dalam sampul dan disegel.
Jika demikian maka pada sampul, si peninggal warisan dan saksi mencatat bahwa
itu merupakan surat wasiatnya dan harus ditandatanganinya.
Oleh Notaris dibuatkan sebuah akta tersendiri dan
ditandatangani oleh si peninggal warisan, saksi dan juga Notaris. Namun apabila
surat wasiat tersebut diserahan kepada Notaris tidak dalam keadaan
disegel/tidak ditutup yang berarti terbuka, maka akta penerimaan (akta van
bewaargeving) tadi oleh Notaris ditulis pada surat wasiat itu sendiri di bawah
tulisan si peninggal warisan. Kemudian akta tersebut ditandatangani oleh
Notaris saksi-saksi dan si peninggal warisan.
Sewaktu menyerahkan surat wasiat tersebut kepada Notaris
mungkin pula si peninggal warisan tidak dapat mendatanginya sendiri, jika
terjadi demikian maka oleh Notaris harus mencatat sebabnya hal ini menurut
ketentuan pasal 932 ayat 2 BW.
Kekuatan dari testamen olografis menurut pasal 933 BW
adalah sama dengan testamen/surat wasiat tak rahasia dan pembuatannya dianggap
pada tanggal sesuai dengan akta penerimaan Notaris, dengan demikian tanggal 1
yang ditulis oleh si peninggal warisan tidak dianggap tidak ada. Oleh ayat 2 dari pasal 933 BW, dinyatakan bahwa
terbuktinya hal bahwa terstamen/surat wasiat tersebut sampai dibuktikan sebalik
nya.
Sesuai dengan maksudnya, bahwa surat wasiat adalah
merupakan kemauan terakhir dari seseorang, maka dalam hal ini testamen/surat
wasiat olografis dapat diminta kembali, jika terjadi bahwa surat wasiat
tersebut diminta kembali maka oleh notaris dibuat suatu akta autentik yang
menyatakan permintaannya kembali. Dengan dimintanya kembali surat wasiat
olografis, maka dianggap bahwa surat wasiat tersebut ditarik kembali (herroepen).
Testamen/surat wasiat olografis yang diserahkan kepada
Notaris dalam keadaan sampul yang disegel, maka Notaris tidak berhak untuk
membukanya, jika si peninggal warisan itu meninggal dunia maka oleh Notaris
diserahkan kepada Weeskamer (Balai Harta Peninggalan) untuk dibuka dan
diperlakukan sebagaimana surat wasiat, sehingga diperlukan suatu proses verbal,
setelah dibuka maka surat wasiat tersebut diserahkan kembali kepada Notaris.
Suatu testament olograpis harus ditulis dengan
tangan orang yang
akan meninggalkan warisan itu sendiri (eigenhandig).
Wasiat Olograpis
tersebut harus diserahkan sendiri kepada seorang notaris untuk disimpan
(gedeponeerd). Penyerahan
tersebut harus dihadiri oleh dua orang
saksi; Sebagai
tanggal testament tersebut berlaku tanggal akta penyerahan (akte van depot).
2.
Surat Wasiat OPENBAAR
TESTAMENT
Mengenai surat wasiat tak rahasia ini, diatur dalam
pasal-pasal 938 dan seterusnya. Menurut pasal 938 menentukan bahwa surat wasiat
ini harus dibuat di hadapan Notaris dan dihadiri oleh dua orang saksi. Setelah
itu maka si peninggal warisan menyatakan kehendaknya kepada Notaris, kemudian
Notaris menulisnya dengan kata-kata yang terang, setelah hal ini sesuai dengan
kehendak si peninggal warisan, maka oleh notaris dibuatkan akta yang harus
ditanda tangani oleh Notaris, si peninggal warisan, dan saksi-saksi.
3.
Surat Wasiat
GEHEIM
Syarat-syarat pembuatan Surat Wasiat Rahasia ini
diatur dalam pasal 940 dan 941 BW. Pembuatan surat wasiat rahasia haruslah
dibuat sendiri dan ditanda tanganinya dan dimasukkan dalam sampul yang disegel
untuk selanjutnya diserahkan kepada Notaris dengan dihadiri oleh empat orang
saksi.
Di muka Notaris, si peninggal warisan kemudian
menerangkan di hadapan Notaris bahwa yang ada di dalam sampul tersebut adalah
surat wasiatnya dan yang menulisnya adalah dia sendiri atau dituliskan oleh
orang lain.
Oleh Notaris kemudian dibuatkan akta superscriptie yang
dapat dituliskan pada sampul surat wasiat atau pada kertas tersendiri dan
ditanda tangani oleh peninggal warisan, Notaris dan saksi-saksi.
Penyimpanan Surat Wasiat Rahasia ini haruslah
bersama- sama dengan orisinil-orisinil akta lainnya, hal ini sesuai dengan
ketentuan pasal 940 BW.
Pasal 941 BW, menunjukkan pada suatu kemungkinan apabila
si peninggal warisan tersebut adalah bisa, jika demikian maka tetaplah harus ia
yang menulis, dan di atas akta superscriptie haruslah ia menulis bahwa surat
wasiat yang ada di dalamnya adalah surat wasiatnya dan kemudian Notaris membuat
keterangan pada akta superscriptie bahwa keterangan tertulis dari si pembuat
surat wasiat tersebut adalah ditulis dihadapan Notaris dan para saksi.
Syarat-syarat Saksi
Dalam Pembuatan Surat Wasiat
Mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapatnya
seseorang menjadi saksi dalam pembuatan surat wasiat adalah dimuat dalam pasal
4 BW, yang antara lain disebutkan:
Ø Sudah berumur 21 tahun atau sudah kawin.
Ø Penduduk Indonesia.
Ø Mengerti bahasa yang dipergunakan oleh si peninggal
warisan dan yang dipergunakan untuk/dalam surat wasiat.
Kemudian oleh pasal 944 ayat 2 BW, dinyatakan bahwa
syarat-syarat, bagi para saksi dalam pembuatan surat wasiat tak rahasia, saksi
tidak diperbolehkan :
Ø Para ahli waris, sanak famili atau orang yang dihibahi
barang-barang atau sanak
sanaknya sampai derajad 4.
Ø Anak-anak, cucu-cucu, menantu ataupun cucu menantu
Notaris.
Ø Pelayan-pelayan Notaris.
Surat Wasiat yang Dibuat Diluar Negeri
Ketentuan dari pasal 945 BW menyatakan bahwa seorang
warga negara Indonesia yang tunduk pada hukum perdata barat (Burgerlijk
Wetboek) dapat membuat Surat Wasiat di Luar Negeri, namun dengan suatu
akta autentik dan dengan mengikuti acara-acara yang lazim dipergunakan di
negara tersebut, dan konsul Indonesia dapat melakukan tindakan-tindakan yang
lazim dilakukan oleh Notaris Indonesia.
Pembuatan Surat Wasiat Dalam Keadaan Luar Biasa
Mengenai pembuatan Surat Wasiat Dalam Keadaan Luar
Biasa ini diatur oleh pasal-pasal 946, 947 dan 948 BW.
Pasal 946 BW memberikan kemungkinan pada prajurit atau
seseorang yang ada dalam dinas ketentaraan, dalam keadaan perang dapat membuat
surat wasiatnya dihadapan seorang perwira perang yang berpangkat
serendah-rendahnya letnan, atau jika tidak ada perwira maka dapat dilakukan
dihadapan seorang yang pangkatnya paling tinggi dengan dihadiri oleh dua orang
saksi.
Pasal 947 BW memberikan ketentuan untuk membuat surat
wasiat di dalam kapal laut yang sedang berlayar. Di sini surat wasiat dibuat
dihadapan Kapten dan dihadiri oleh dua orang saksi.
Jika seseorang ada di daerah
terpencil yang terputus hubungan dengan luar karena pemberontakan wabah penyakit ataupun
karena bencana alam, maka surat wasiat dapat dibuat dihadapan seorang pegawai
Pamong Praja dan dihadiri sekurang-kurangnya satu orang saksi.
Jika pembuat surat wasiat
tersebut itu seorang buta huruf maka hal ini harus diterangkan dalam surat
wasiat.
Pasal 950 BW memberikan
keterangan bahwa surat wasiat yang dibuat dalam keadaan luar biasa tersebut
akan menjadi tidak mempunyai kekuatan lagi (krachteloos) jika setelah
berakhirnya masa luar biasa tersebut dengan tenggang waktu 6 bulan.
Penarikan Kembali Surat Wasiat
Surat wasiat, dimana didalamnya
mengandung suatu pengertian yang prinsip yaitu merupakan keinginan terakhir
dari si peninggal warisan, oleh karena itu memang diberi kemungkinan untuk
diubah ataupun ditarik kembali. Penarikan kembali ini dapat dilakukan secara
diam-diam (stizwijgend) ataupun secara terang-terangan (uitdrukkelijk).
Penarikan
Kembali Secara Diam-Diam
Ketentuan
pada BW tentang penarikan kembali surat wasiat secara diam-diam ini ada tiga
macam contoh, yaitu :
1. Jika seseorang peninggal warisan membuat surat wasiat lebih dari satu
yang isinya berbeda satu dengan yang lainnya saling bertentangan. Dalam hal
ini, pasal 994 BW, menyatakan bahwa jika ada dua surat wasiat yang berurutan
berbeda dengan yang lainnya, maka dianggap penarikan kembali dari ayat-ayatnya
dikemukakan bahwa penarikan kembali secara diam-diam ini dianggap tidak pernah
ada jika surat wasiat yang kedua tidak memenuhi ketentuan acara-acara yang
ditentukan oleh BW.
2. Ketentuan dari pasal 996 BW, meyatakan bahwa jika terjadi suatu barang
yang dihibahkan, namun oleh si peninggal warisan, sebelum meninggal dunia
barang tersebut kemudian dijual atau ditukarkan, maka hal inipun dianggap telah
ada penarikan kembali.
3.
Jika terjadi suatu surat wasiat olografis yang diminta kembali oleh si
pembuat surat wasiat tersebut dari Notaris, maka hal inipun dianggap telah
terjadi penarikan kembali surat wasiat tersebut (934 BW).
Penarikan
Kembali Secara Tegas
Tentang penarikan kembali surat
wasiat secara tegas oleh BW diatur dalam pasal 992 dan 993.
Menurut pasal 992 BW, penarikan
kembali secara tegas ini dapat dilakukan dengan:
1.
Dalam suatu surat wasiat baru yang dibuat menurut pasal-pasal BW, atau
2.
Dalam suatu akta Notaris khusus (bijzondere notariele akta).
Tentang apa yang dimaksud
dengan ‘khusus’ pada ketentuan ini adalah suatu akta yang memang secara khusus
memuat tentang penarikan suatu surat wasiat.
Menolak Harta
Warisan
Sikap Menolak Harta Warisan ini
menurut pasal 1057 BW ditentukan ada dua macam cara, yaitu dengan cara tegas,
yaitu dengan cara membuat keterangan menolak pada Panitera Pengadilan Negeri di
wilayah hukum mana harta warisan tersebut berada.
Akibat penolakan tersebut,
menurut pasal 1059 BW adalah berlaku surut dihitung sejak saat meninggalnya
peninggal warisan sehingga si penolak warisan tersebut dianggap tidak pernah
ada.
Dengan penolakan ahli waris
tersebut untuk menerima warisan, maka terdapat kemungkinan bahwa hal ini akan merugikan
krediteur yang mempunyai piutang kepada si meninggal, jika demikian maka oleh
pasal 1061 BW, diberi kemungkinan kepada kreditur tersebut untuk meminta kepada
hakim agar ia diberi kuasa untuk mengganti menerima harta warisan atas nama.
Sumber : Makalah Seminar oleh Subdit
Harta Peninggalan dan Kurator Negara Direktorat Perdata - Ditjen Administrasi
Hukum Umum Kementerian
Hukum dan HAM RI, 2018
Ilustrasi :https://www.maknai.com
Hukum dan HAM RI, 2018
Ilustrasi :https://www.maknai.com
Komentar